Ways Of True LiFe Lead Light Happiness Toward Immortality

"the DaRk of your Life" When I get my desiRe, I kill you never before like this. Like you can running far out me...My voice, My face, Even My smell..its invite you to stay Life until hereafter Day" Created By : Harun


Why Action Is Needed Now?





Cumulative historical CO2 emissions from fossil fuels in the United States are equivalent to more than the total amount of carbon stored in U.S. forests. If current trends continue, cumulative U.S. emissions are projected to double by 2050 and increase by a factor of three to four by 2100. According to the Intergovernmental Panel on Climate Change Fourth Assessment Report of 2007, sequestration and reduction of emissions over the next two to three decades will potentially have a substantial impact on longterm opportunities to stabilize levels of atmospheric CO2 and mitigate impacts of climate change.


Can Sequestration Control Atmospheric CO2?


Computer models of future CO2 emissions and controls on atmospheric CO2 have been developed and summarized by the U.S. Climate Change Science Program (CCSP). These models indicate that projected annual global emissions during the next century would need to be reduced by more than 75 percent in order to stabilize atmospheric CO2 at about 550 ppm. This concentration would be about twice the level of CO2 in the pre-industrial atmosphere and about 45 percent higher than the atmospheric CO2 concentration in 2007. According to the CCSP, stabilizing atmospheric CO2 would "require a transformation of the global energy system, including reductions in the demand for energy…and changes in the mix of energy technology and fuels."

The CCSP models have been used to evaluate scenarios for aggressive implementation of geologic carbon sequestration. As shown in Figure 3, the estimated amount of geologic sequestration in the U.S. over the next century is projected in one model to be substantially smaller than the cumulative emission reductions anticipated from changes by all other methods. In this model, the needed amount of geologic sequestration would exceed U.S. capacity in depleted oil and gas reservoirs, implying the need to implement carbon storage in the Nation’s relatively unknown deep formations that contain saline water. In other models, predicted geologic sequestration needs are smaller as a result of different assumptions about global and national economic and technological trends.

The CCSP model results have a large amount of uncertainty. The results shown in Figure 3 do not take into account many of the uncertainties in costs and environmental risks of geologic carbon sequestration. Additional uncertainties prevent comparison of future oceanic and deliberate terrestrial sequestration. Future disturbances of vegetation and soils may add to future CO2 emissions and increase the amount of mitigation required to stabilize atmospheric CO2. For example, if a substantial portion of the carbon stored in Alaskan organic soils were converted to atmospheric CO2 as a result of climate change, the resulting emissions could offset or even exceed the likely magnitude of any deliberate U.S. terrestrial sequestration measures.

The CCSP models illustrate the widely held view that sequestration is necessary but insufficient to control atmospheric CO2. Stabilizing atmospheric CO2 is likely to require substantial changes in energy sources and use as well as carbon management. Many of these changes will likely have significant, long-lasting impacts on land, water, and ecosystem resources.


Dalam perjalanan suatu bangsa, regenerasi adalah suatu hal yang mutlak diperlukan. Dengan adanya regenerasi ini, bangsa tersebut dapat dikatakan “terselamatkan” dari ‘kepunahan” akibat seleksi alam. Generasi penerus bangsa adalah wayang yang dibutuhkan untuk menghidupkan lakon seorang pemuda dalam peranan pembangunan dan perkembangan bangsa tersebut. Para generasi ini memainkan perannya agar bangsanya dapat menuju kemakmuran dan kemajuan. Setiap negara memberlakukan hal ini, tidak terkecuali Indonesia.

Indonesia adalah bangsa yang kaya. Kaya akan hasil bumi, budaya yang majemuk dan keheterogenan suku dan bahasa. Namun kekayaan ini kurang teroptimalkan oleh manusianya. Mengapa hal ini dpat terjadi ?

Jawabannya hanya satu, yaitu generasinya tidak siap mengolah sumber daya yang tersedia. Bahkan generasinya lumpuh untuk berbuat, takut untuk berucap dan malu karena tak mampu. Kita kembali bertanya mengapa generasi bangssa ini bisa seperti itu ? apa yang menyebabkannya ?

Pendidikan. Pendidikan membuat bangsa ini diremehkan. Pada kenyataannya pendidikan tidak serta merta mendidik generasi abngsa ini. Karena tidak hanya intelektualitas yang diperlukan, neamun kecerdasan emosional dan kematangan pribadi harus setia mendampingi. Mahasiswa adalah aset bangsa. Aset yang akan membawa perubahan pada waktunya. Mahasiswa diharapkan mampu membawa negeri ini menuju titik kejayaan tertinggi. Namun harapan itu sangat kintradiktif dengan realita yang ada. Sekarang kebanyakkan orang menilai bahwa mahasiswa hanya dianggap sekoloni organisasi yang aktif dalam menentang peraturan pemerintah, yang kritis pada soal-soal politis, anarkis dan idealis. Mahasiswa dianggap pemberontak, pembuatan kerusuhan,“manusia tidak ada kerjaan”, dan pandangan negatif lainnya.

Dalam konteks ini mayoritas mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia yang insyaallah siap dalam intelektualitas, namun miskin akan moral dan kematangan emosional. Ditelevisi, sering kita melihat mahasiswa identik dengan deminstrasi yang jarang mengukir prestasi. Berbagai awak mesia mengabarkan, kerusuhan mahasiswa dari satu universitas dengan universitas lainnya, perkelahian antar fakultas, penolakan terhadap peraturan kampus sampai penolkkan terhadap kebijakan pemerintah.

Namun bagaimanakah mahaiswa itu sesungguhnya ? Apakah yang menjadi kriteria dari seorang mahasiswa ?

Setiap orang pasti menginginkan dirinya lebih baik. Namun pilihan untuk menjadi lebih baik adalah hak fundamendal kita. Nasib ada di tangan kita. Untuk menjadi mahasiswa yang sesungguhnya juga merupakan sebuah pilihan. Mahasiswa pada zaman keemasannya di Indonesia adalah mahasiswa yang mampu bersatu, menyatukan satu tujuan dan satu harapan karena mereka dlam situasi yang sama menginginkan kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa sebagai salah satu elemen pembentuk pemuda Indonesia tentunya memiliki proporsi yang lebih, mengingat citra seorang mahasiswa yang memiliki intelektualitas yang lebih, berjiwa mengabdi kepada masyarakat, dan bersifat kepemimpinan.

Mahasiswa merupakan icon bagi perubahan kebijakan di kampus. Bahkan pernah dikatakan bahwa mahasiswa merupakan agen of change bagi masa depan sutu bangsa. Inilah arti sesungguhnya ”mahasiswa”. Mahasiwa adalah kaum intelektual yang akan mengubah tatanan kehidupan suatu bangsa menuju peradaban yang lebih baik Sehingga paradigma ini memberikan satu gambaran bahwa setiap mahasiswa harus aktif dalam setiap kegiatan di kampus dan bahkan sampai di tingkat negara. Mengapa hal ini perlu dilakukan ?. mahasiwa perlu berperan serta dalam setiap langkah yang ditentukan pemerintah agar setiap kebijakan yang diambil pemerintah, merupakan kebijakan yang tepat dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan kata lain, mahasiswa menjadi badan yang mengawasi kinerja negara bukan hanya badan yudikatif saja yang memiliki wewenang itu. Namun mahasiswa perlu berperan juga. Sejarah telah mencatat bahwa pada tahun 1996 – 1998, mahasiswa mengalami masa – masa menegangkan dan penuh perjuangan dalam mengawal masa kepemimpinan rezim Suharto. Bukan hanya harta dan waktu, tetapi nyawapun siap untuk mereka korbankan.


Hal – hal di atas terjadi karena paradigma yang mereka anut adalah mencangkup masalah sosial, politik, dan budaya. Namun, disisi lain masalah kuliah atau study menjadi kurang terurus. Itulah kondisi dari mahasiswa dari mahasiswa zaman kemarin (zaman perjuangan). Tampaknya telah terjadi pergeseran paradigma mahasiswa kemaren dan saat ini. Kalau kemarin mahasiswa cenderung bergerak untuk kesejahteraan masyarakat namun terkadang lupa akan studynya. Sekarang malah sebaliknya yaitu aktif mengejar urusan study namun jiwa sosialnya mulai luntur. Hal ini menunjukkan bahwa zaman telah berubah. Dulu semangat persatuan itu sangat kental membabjiri tiap tetes darah mahasiswa. Sekarang, mahasiswa lebih mementingkan personalitas reason demi tercapainya kehidupan mereka yang lebih baik. Apakah kita harus menjadi generasi sekarang atau generasi terdahulu ? apapun pilihan yang akan kita ambil percayalah bahwa Mahasiswa ideal adalah mahasiswa yang memiliki paradigma komperhensif terhadap kehidupan pribadi, sosial dan negara, bahkan dunia ini. Mahasiswa sebagai kaum intelektual selalu kritis terhadap segala perkembangan yang terjadi di negaranya tanpa melupakan kebutuhan pribadinya, seperti kuliah dan lainnya. Namun, terkadang akan ada benturan antara kepentingan pribadi dan sosial. Dan Mahasiswa Ideal lebih mengutamakan kepentingan sosial dari pada kepentingan personal. Nabi Muhammad sudah cukup menjadi tokoh tauladan kita, tanpa mengabaikan umatnya, urusan nya pun tetap dijalani dengan harmoni.


-HIDUP MAHASISWA-